Pages

Jumat, 19 Februari 2010

Cukup Sebutir Beras (Bagaimana China Bangkit)

Mo Share ajah :))

Cukup Sebutir Beras (Bagaimana China Bangkit)


China yang sekarang muncul sebagai negara super power dahulunya pernah sangat miskin. Dengan jumlah penduduk yang berjumlah 1 milyar kala itu bukan barang mudah bagi pemerintah China untuk mensejahterakan rakyatnya. Hutang luar negeri dari negara tetangga terdekat pun menjadi gantungan yaitu dari negara Uni Sovyet. Alkisah suatu hari terjadi perselisihan paham antara Mao Zedong pemimpin China era itu dengan pemimpin Sovyet. Perselisihan begitu panas sampai keluar statement dari pemimpin Sovyet, "Sampai rakyat China harus berbagi 1 celana dalam untuk 2 orang pun, China tetap tidak akan mampu membayar hutangnya."

Ucapan yang sangat menyinggung perasaan rakyat China itupun disampaikan Mao kepada rakyatnya dengan cara menyiarkannya lewat siaran radio, penghinaan dari pemimpin Sovyet itu, secara terus menerus dari pagi hingga malam ke seluruh negeri sambil mengajak segenap rakyat China untuk bangkit dan melawan penghinaan tersebut dengan cara berkorban.

Ajakan Mao kepada rakyatnya adalah menyisihkan 1 butir beras, ya, hanya 1 butir beras untuk setiap anggota keluarga, setiap kali mereka akan memasak. Jika 1 rumah tangga terdiri dari 3 orang maka cukup sisihkan 3 butir beras. Beras yang disisihkan dari 1 Milyar penduduk China tersebut, tidak dikorupsi tentunya akan menghasilkan 1 milyar butir beras setiap hari. Hasilnya dikumpulkan ke pemerintah untuk dijual. Uangnya digunakan untuk membayar hutang kepada negara pemberi hutang, yang telah menghina mereka. Akhirnya China berhasil melunasi hutang mereka ke Sovyet dalam waktu yang sangat cepat.

Keterhinaan yang mendalam telah membangkitkan rasa nasionalisme China untuk bangkit melawan hinaan tersebut dengan tindakan nyata, bukan hanya tindakan seremonial, pidato atau upacara di stadion besar.

Kiranya kisah di atas bisa dijadikan contoh bagi bangsa kita yang tengah terpuruk di antara bangsa-bangsa sekitarnya. Potensi manusia Indonesia yang demikian besar selama ini tidak menjadi kekuatan bahkan sebaliknya menjadi beban karena mereka tidak dipimpin oleh pemimpin yang tepat. Kita sering silau oleh hal-hal besar namun seringkali mengabaikan kekuatan dari hal kecil namun dilakukan dengan sepenuh hati. Sebutir padi sehari bisa membalik keadaan terhina menjadi terangkat. Maukah kita?

(Kisah di atas diceritakan langsung oleh seorang pengusaha Indonesia yang kerap kali berkunjung ke negara China)

Dasar Kebahagiaan Ada di Dalam Semangkuk Bubur

Mo Share aja :)

Dasar Kebahagiaan Ada di Dalam Semangkuk Bubur


Berasnya adalah beras ketan, kualinya adalah kuali tanah liat, apinya berasal dari batu bara. Tiap hari subuh jam 4.30, pria ini menyulut api. Dalam kuali diisi air, untuk merendam beras yang telah dicuci. Menunggu air mendidih, beras dimasukkan. Menggunakan api besar memasak selama 10 menit. Setelah itu dirubah menjadi api kecil untuk direbus. Pria itu di pinggir kompor sedang membungkuk, menggunakan gayung mengaduk-aduk dengan perlahan-lahan.

Setengah jam kemudian, pria tersebut dengan satu tangan membawa semangkuk bubur putih panas yang masih mengepulkan asapnya, tangan yang lain membawa sepiring sayur asin yang telah disiram dengan minyak wijen. Masuk ke dalam kamar tidur, memanggil istrinya untuk bangun.

Wanita itu membalikkan badan, mulutnya menggumamkan sesuatu dan tidur lagi. Pria itu mendengarkan suara dengkur istrinya yang sedang lelap. Dia tidak tega untuk memanggil lagi. Duduk dipinggir ranjang, mengawasi arloji dan melihat ke wajah istrinya , lalu melihat lagi ke arloji. Wanita itu mendadak meloncat keluar dari ranjang. Melihat arloji, tergesa-gesa mengenakan pakaian dan turun dari ranjang, sambil berkata “Sudah terlambat, mengapa tidak membangunkan saya?” Suaminya menyajikan bubur putih dan sayur asinnya sambil berkata,”Jangan cemas, masih ada waktu, makanlah buburnya dulu.”

Buburnya adalah bubur putih polos, tanpa ada tambahan daging ayam atau pun telur ayam. Bubur semacam ini, menjadi sarapan pagi istrinya selama 5 tahun.

Ketika pria dan wanita ini menikah, tidak ada uang untuk pesta perkimpoian, kedua insan ini hanya meletakkan tikar mereka masing-masing menjadi satu. Beginilah sudah jadi sekeluarga.

Pada saat malam pengantin, pria ini membawakan semangkuk bubur polos. Buburnya putih bersih, di bawah sinar lampu memancarkan cahaya yang berkilau. Pria itu berkata :”Lambungmu tidak sehat, banyak makan bubur dapat menjaga maag.” Dimakanlah bubur itu oleh istri-nya. Aroma sedap khas bubur, tidak hanya membuat lambungnya hangat, namun juga hatinya.

Mereka sama-sama bekerja di satu pabrik. Si wanita sepanjang tahun bekerja di pagi hari, yang pria sepanjang tahun bekerja pada malam hari. Setiap jam empat subuh sang suami pulang dari kerja. Sedang istrinya masuk jam setengah enam pagi. Waktu mereka untuk bersama pendek sekali hanya sekitar 1,5 jam.

Pulang dari kerja, hal pertama yang dikerjakan oleh si pria adalah menyulut api, mengisi kuali. Pria ini hanya bisa memasak bubur polos. Namun semangkuk bubur polos ini, ternyata telah memberi gizi kepada si wanita hingga air mukanya merah, cantik bagaikan bunga.

Suatu hari, pabrik mengalami kerugian dan si pria terkena PHK. Akan tetapi bagi mereka kehidupan ini masih harus dilanjutkan. Pria ini mengeluarkan uang tabungannya yang sangat sedikit sedangkan istrinya menjual cincin emas warisan ibunya. Mengumpulkan uang membuka satu toko kelontong. Satu mangkuk, satu buah sapu, satu teko air. Keuntungannya tidaklah banyak. Tetapi si pria ini mengerjakan dengan sepenuh hati. Setelah si wanita pulang dari kantor, juga membantu mengurusi toko. Ketika tidak ada pembeli, pria dan wanita ini duduk diantara setumpuk mangkuk, kuali, gayung serta ember, dengan bahagia mereka berandai-andai tentang masa depan.

Si pria berkata:”Setelah ada duit, toko cabang akan saya buka dimana-mana.” Istrinya menyahut,”Waktu itu saya juga tidak perlu kerja lagi, setiap hari di rumah membuat beraneka ragam makanan untukmu.” Pria itu berkata,”Mana perlu dirimu memasak, ingin makan apa, kita langsung pergi ke restoran saja.” Dengan manja istrinya bilang,”Tidak, saya selalu ingin makan masakan bubur polosmu…” Pria ini langsung merangkul pundak si wanita, matanya agak membasah.

Pria ini masih saja setiap hari bangun dari tidur tepat pukul 4.30 subuh, menyulut api memasak bubur. Sambil memasak, memikirkan dalam toko sedang kekurangan barang apa. Kadang kala konsentrasinya terpecah. Buburnya hangus di dasar kuali, kadang pula jika ia terlalu lelah dan mengantuk, buburnya meluber keluar dari kuali. Suatu hari istrinya bangun pagi hari. Bubur di atas kompor sedang mendidih mengeluarkan buih ombak. Sedangkan suaminya tidur terlelap dengan kepala di topangkan di atas lutut. Dengan perlahan dan hati-hati si istri memeluk kepala suaminya, hatinya merasa sakit bagaikan ditarik-tarik.

Sejak saat itu, wanita ini menolak dengan tegas jika suaminya ingin memasakkan bubur untuk dirinya. Karena ia melihat si suami sungguh terlalu lelah.

Perdagangan si pria kian hari kian lancar, sampai pada tahun ke tujuh, supermarket cabangnya sungguh telah buka dimana-mana. Si wanita sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya dan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Mereka telah membeli sebuah rumah besar, dapurnya dilengkapi dengan sangat indah dan unik, yang kurang hanya bau asap api. Karena waktu untuk pulang makan si pria ini, semakin lama semakin sedikit. Dia selalu sibuk, terlalu banyak jamuan makan malam, kadang dalam satu malam ia harus menghadiri empat jamuan makan malam. Mula-mula wanita ini menggerutu, tapi si pria bilang,”Bukankah semua ini demi keluarga? Bukankah semua ini agar kamu bisa hidup lebih nyaman?” Akhir-nya si wanita capai sendiri, lambat laun juga sudah terbiasa.

Wanita ini sudah sangat lama sekali tidak pernah makan bubur polos. Suatu hari, mendadak pria ini diberitahu agar menghadiri pemakaman dari seorang temannya. Dia heran, mengapa beberapa hari lalu temannya ini masih baik-baik saja, hari ini orangnya telah tiada? Di dalam rumah duka, dia melihat istri temannya ini. Yang dulunya sangat cantik dan anggun, dalam semalam menjadi pucat, lesu dan tua. Dia menangis tersedu-sedu. Dalam mulutnya menggumamkan kata-kata: ”Siapa yang akan mengantarku kerja dan menjemputku pulang kerja? Siapa yang akan menalikan sepatu untukku ?”

Si pria itu merasa sesak nafasnya, terpikirkan akan istrinya. Sekilas terkenang kebiasaannya dulu di pagi hari, memasakkan bubur untuk istrinya, terpikir juga olehnya ketika istrinya menerima semangkuk bubur polos itu, matanya memancarkan sinar kebahagiaan dan kepuasan.

Si pria ini bergegas pulang ke rumah. Membuka pintu, melihat istrinya yang sedang meringkuk tidur di atas sofa. Televisi masih menyala, home theater juga masih menyala. Di atas meja ruang tamu berserakan penuh dengan berbagai jenis majalah mode. Pria ini berlutut di depan sofa, tangannya dengan perlahan membelai rambut wanita ini. Air muka wanita ini suram, di dalam kerutan-kerutan halus, wajahnya telah tertulis penuh kehampaan.

Dia mengambil selimut untuk menyelimuti wanita ini. Mendadak wanita ini terjaga dari tidurnya. Melihat si pria, wanita ini mengusap-usap matanya. Setelah memastikan itu adalah suaminya, raut wajahnya segera memerah. Wanita ini bergegas untuk berdiri. “Kamu mungkin belum makan, akan saya buatkan….” Si pria tiba-tiba memeluknya dari belakang,”Tidak, biarkan saya yang memasakkanmu bubur polos.” Hampir setengah hari wanita ini tidak mengeluarkan sepatah kata. Ada tetesan air mata hangat, yang menetes di tangan suaminya.

Hari itu, si pria sambil memasak bubur, dia berpikir,”Sebenarnya beraneka macam variasi produk bubur, tidak bisa meninggalkan bubur polos sebagai dasarnya. Dan segala kebahagiaan yang ada hanyalah di dasari oleh bubur polos, selain itu hanyalah sebagai penyedap.” (The Epoch Times / lin)
__________________________________________________ ________________________

Selalu ada sisi positif dari setiap hal.
Fokus pada hal-hal positif agar hidup berkelimpahan dengan kebaikan.

Aku Pernah datang, dan aku sangat Patuh

(Kisah Nyata) Aku Pernah Datang dan Aku Sangat Penurut

True Story !!! Yu Yuan Gadis Kecil Berhati Malaikat, yang berjuang hidup dari Leukimia Ganas. Setelah merasa tidak dapat disembuhkan lagi, ia rela melepaskan segala-galanya dan menyumbangkan untuk anak-anak lain yang masih punya harapan. Sungguh .. tak abis kata2 untuk Yu Yuan. Terima kasih telah memberikan contoh mulia kepada kami…



Kisah ini tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kalimat terakhir yang ia tinggalkan di batu nisannya adalah "saya pernah datang dan saya sangat penurut". Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dia membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.

Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya.

Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12.

Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, “saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan”. Kemudian, papanya memberikan dia nama Yu Yan.

Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.

Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.

Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.

Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia. Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengeluarkan darah dan tidak mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa.

Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.

Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar 300.000 $. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang ke sanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.

Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. “Papa saya ingin mati”.

Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, “Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati”. “Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.”

Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri.

Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: “Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini”. Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.

Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamannya sendiri dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu negara bahkan sampai ke seluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini. Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.

Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.

Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan, tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan. Ada seorang teman di-email bahkan menulis: “Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta.”

Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perempuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.

Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, “Anak yang baik”. Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email. Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan.

Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah.

Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: “Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik hati”. Yu Yuan kemudia berkata : “Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati”. Wartawan itupun menjawab, “Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik”. Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. “Tante ini adalah surat wasiat saya.”

Fu yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.

Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong,……. Dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang- orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar. “Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh”. Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya.

Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis.

Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi kedunia lain.

Dikecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumpuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan “Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakanlah kedua sayapmu. Terbanglah……………” demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.

Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa-mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.

Di depan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu nisannya tertulis, “Aku pernah datang dan aku sangat patuh” (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.

Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.

Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. “Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan, kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata “Aku pernah datang dan aku sangat patuh”.

Sumber : Klikdisini

cuma buat share :)

Aku Menangis untuk Adikku 6 kali

Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali


Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.

Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ...Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya?
Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini." Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga di universitas. Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"

Dia menjawab,tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu,ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku."Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya.

"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"

"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.

Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

(Diterjemahkan dari "I Cried for My Brother Six Times")

Sumber : klikdisini

Minggu, 14 Februari 2010

Huaheemm

Helloo blog! ya ampun gw lagi males2nya jalanin hari2 sekarang, Why??

Petama, banyak ulangan. ga asik banget. (siapa juga yang bilang ulanga asik dhan? wekekeke)
Kedua, badan gw lagi pegel pegel abis (mungkin kaarna kebanyakan nulis ao ga baca buku ato ga ngeet hmmm _ _")
Ketiga, males buka mata, (haits! bukannya gw pengen tidur tuk selamanya oke? maksudnya gw pegen tidur lama hahaha)
Keempat, rasanya gw pengen ke suatu tempat yg bebas sebebasnya hahahaha, entah kenapa gw bosen banet, berharap liburan tapi klo dah liburan bosenn juga. (eswete _ _")
Kelima, pengen baca buku2 yg seru. ini sih dah ga terlalu malesin, gw dah sering2 minjem buku ampe beli novl baarru : SPRING IN LONDON! YEAYY BUKU ILANA TAN DAH KELUAR LAGI! pas gw liat di graed, langsung aja gw beli. gw kan dah punya buku yg lain2nya : Winter in tokyo, Autumn in Paris, sama Summer in Seoul. yesyesyes

dah segini aja postingan gw hahahaha, lagi males banget mo ngapa2in.. fufufu. dadaaahh :D

Kamis, 04 Februari 2010

My Turtle..

Helloo blogsseehh! lama tak berjumpa, kangen deh! hehehehe. eh iya, gw skrg mo ngebahas soal kura2 gw.. hehehe, rupa2 kura2 gw sori ga bbisa di tampilin, males gw mindahin dr hape ke kompinya.

Jadi nih, gw beli tuhh kura2 kelas 4 pas pindahan rumah, (ini kura2 pertama gw anggep aja Kuma) nah si Kuma ini gw beli di TMII di pintu keluar yang musium (bukan musium sih, soale ikannya pada idup2) kolam air tawar, ggw pertamanya tergiur gitu.. kecil2 gitu kan lucu se permen mentos, trus karna nyokap tau gw mandangin tuh kura2 mulu (tanda minta dibeliin) nyokap langsung

"Mbak kura-kuranya yang pake tempatnya berapa?"

YAY! Azzeekk dibeliin tanpa minta, hehehe nyokap tau aja _ _" akhirnya gw tenteng2 tuh kura2.. gw liatin mulu dia lagi ngapain.. trus kan habis dr TMII mampir Cempaka mas dulu, jadi Kuma disuruh taro di mobil sama bokap. En gw ga tega! Masih kecil gitu ditaro di dalem mobil yang pengap.. ntar mati... trus yodah gw nurutin aja

oh iya, dalam jalan2 kali ini kaka gw ga ikut. Yap GA IKUT. duh dah biasa deh kaka gw ga mo ikut trus jadinya gw di paksa disuruh ikut tapi akhirnya kan dapet kura2 ^^
Trus pas nyampe rumah gw maen2in.. gw pamer2in ke kaka gw! (namanya juga bocah..) trus2 tuh karna gw suka bawa bolak balik ke kaamar kaka gw, ke kamar gw akhirnya tutupnya tuh jadi longgar en LEPAS
yap

LEPAS DAN KURA2 GW JADI JATOH

hiks.. gw nangis pas ntu.. takut2 si Kuma matek. eh ga taunya hidup. YEAH!
trus, bokap iseng2 beliin jembatan gitu deh buat si Kuma. Lucu deh dia naik2 ke jembatannya.. trus bokap juga beliin kura kura lagi buat nemenin si Kuma, sebut aja Kudua. si Kudua ini betina oh iya gw lupa. si Kuma tuh jantan :D

Ga tau cara bedain kura2 jantan ma betina? begini caranya :
Bandingin tinggi tempurungnya.. kalau jantan dia lebih tinggi trus kyak bukit gitu. Kalau betina dia landai kayak polisi tidur, landai tapi panjang en ga tinggi2 amat

tips lainnya : kan klo di perutnya kura kura ada yg totol totol item gitu kan yah? nah, kalau ada banyak tuh betina, kalau dikit jantan.

Selamat Mencoba!

Lanjut!
Trus lama2 tuh kura2 gede, ampe bingung mo naro dimana tuh kura2.. akhirnya bokap bikin kolam di depan ruumah, en kura kuranya ditaro disitu deh. trus ga taunya.. gara2 hujan yang bikin air kolam meluap (kan di halaman depan) TUH KURA2 KABUR! hiks... sedihnya gw.. ga ada yang bisa dipake buat main2 lagi... apalagi klo jalannya tuh kan lucu, menggok2 ga bisa lurus hohoho :D

trus, gataunya tetangga gw ketemu satu kura2 gw,.. si Kudua.. yang Kuma.. menurut nyokap... sudah tewas di selokan di sebelah rumah,. hiks.. tragis pula, tuh kura2 tinnggal tempurungnya doang :'( lagian lu mah malah kabur segala, dah bagus gw ngasi makanan teratur lunya malah kabur. mati kan lu :'(

trus, bokap beli lagi kura2 kecil TIGA LAGI. Senangnyaa... si Kudua jadi kayak ibunya mereka aja, si kura2 kecil jadi anaknya. taapi yg kura2 kecil matek soalnya kan karna lebaran kolamnya kotor jadi ga kuat kura2 nya (mati karna nyium bau kotoran dia sendiri kali yah) trus bokap beliin (lagi) yang ukuran sedengan.. beli 2.. jadi si Kudua beneran punya temen, dia ngobrol2 segala hahaha

Kura2 bisa nngobrol? BISA
nih, jadi tuh angan mereka berdua dipegang gitu a.k.a gandengan mereka, trus tangannya geter2 gitu sambil hadap2an. hahaha lucunya... Okay nama kedua kura2 baru itu sebut saja Kuga sama Kupat (duh bukannya maksudnya nyama2in Kuuga dari sweet kaicho yah.. hehehe :D )

Trus, si Kupat ini mendem aja di pojokan akuarium.. trus tiba2 bokap angkat, ihhh jijay deh. jadi.. MATA SI KUPAT INI JAMURAN. YIAKS. haduh... kok bisa sih... yang laen aja normal2 aje!

habis jamurnya lepas (yiaks, jijay deh gw ampe bulu kuduk menggigil _ _" ) trus ga berapa lama si Kupat mati, kayaknya emang dari awal tuh si Kupat daya tahan tubuhnya lemah banget. gampang banget kena penyakit. Trs...

BOKAP BELI KURA 2 LAGI DONGGGGGGGG DUA LAGI

WUAKAKAKAKK, bokap gw emang hobi banget klo masalah kayak gini, tapi yg ini tipenya beda, kan si Kudua sama Kuga kura2 lokal. klo yg ini tuh tempurung coklat, badan putih, leher panjang.. pernah tuh gw keluarin dari akuarium pas ngebersiin lumutnya. Ya ampun.. lehernya klo lagi manjang kayak ular albino! huahahahaha panjang banget sih _ _" dah gitu tempurungnya gedeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee banget! tapi kalem. hahaha, klo si Kudua sama Kuga mentang2 penghuni pertama mereka klo gw kasih makanan kepalanya si kura2-spesies-apa-aja-boleh tuh dimasukin sama dia, trus ngehalangin gitu deh. kasian bener kau nak..

nah, sekarang akhirnya dipiisah deh si kura2-spesies-apa-aja-boleh ini sama Kudua sama Kuga, bandel sih meereeka _ _" Nah, sekarang kan gw lagi males2nya ngebersiin lumut mereka. ih jijay deh, skrg ampe lumutnya nempel ditangan gw! TANGAN GW AMPE IJO2. pas disikat, bru bentar tuh sikat yg tadinya putih ampe butek. ckckckck :'(

sekian dulu tentang kura2 gw yah ^^ dadaaahh :D:D